Seru Sih Ini! Pelukan Yang Kutinggalkan Di Masa Lalu
Hujan gerimis menari di atas nisan abu-abu. Bukan tarian riang, melainkan ratapan lirih yang seolah mengerti beban yang kupikul. Dunia ini sunyi, bahkan lebih sunyi dari kesunyian yang kurasakan saat jantungku berhenti berdetak. Aku, Li Wei, kembali. Bukan sebagai manusia yang bernapas, melainkan sebagai bayangan yang menolak pergi.
Dulu, hidupku adalah kanvas yang belum selesai dilukis. Cinta, ambisi, impian… semuanya terhenti di tengah jalan. Sebuah kecelakaan. Lalu, kegelapan. Aku pergi tanpa sempat mengucapkan kata-kata yang seharusnya terucap, tanpa memberikan pelukan yang seharusnya kuberikan.
Sekarang, aku berdiri di sini, di antara dua dunia. Bisa melihat, bisa merasakan, tapi tak bisa menyentuh. Aroma tanah basah dan bunga krisan menyengat hidungku, mengingatkanku pada kenyataan pahit. Aku adalah arwah, terikat pada bumi karena ada urusan yang BELUM selesai.
Rumah tua tempat kami tinggal dulu kini tampak lebih suram. Bayangan dirinya masih terpatri di setiap sudut ruangan. Xiao Mei. Matanya yang dulu selalu berbinar kini redup, menyimpan kesedihan yang tak terucapkan. Aku bisa melihatnya, betapa dia berusaha tegar, betapa dia merindukanku.
Awalnya, aku kira tujuanku adalah balas dendam. Aku ingat tatapan penuh amarah orang yang menyebabkan kecelakaan itu. Aku ingin dia merasakan apa yang kurasakan. Tapi, semakin lama aku mengamati Xiao Mei, semakin jelas tujuanku sebenarnya. Bukan balas dendam yang kubutuhkan. Melainkan kedamaian. Kedamaian untuknya, kedamaian untuk diriku.
Malam-malam berlalu, diiringi suara angin yang berbisik. Aku mencoba berkomunikasi, menyentuhnya dengan energi yang tersisa. Aku ingin dia tahu bahwa aku bersamanya, bahwa aku menyesal. Aku ingin dia memaafkanku.
Suatu malam, saat hujan kembali membasahi bumi, Xiao Mei berdiri di depan fotoku. Air mata mengalir di pipinya. Dia berbicara, lirih namun jelas. "Wei, aku tahu kamu ada di sini. Aku tahu kamu merindukanku. Aku sudah memaafkanmu. Pergilah dengan tenang."
Kata-kata itu menghantamku seperti gelombang besar. Beban yang selama ini kupikul perlahan menghilang. Rasa sakit dan penyesalan mulai mereda. Aku melihat ke arahnya, matanya bertemu dengan tatapanku, meski dia tak bisa melihatku.
Aku mencoba meraihnya, memberikan pelukan yang selama ini kutahan. Aku membisikkan kata-kata yang tak sempat kuucapkan dulu. "Xiao Mei, aku mencintaimu. Terima kasih…"
Kemudian, aku merasakan cahaya yang hangat menarikku. Aku melihat ke belakang sekali lagi. Xiao Mei tersenyum, senyum yang tulus dan damai.
Dan aku, arwah yang mencari kedamaian, merasakan kelegaan yang tak terhingga…
…dan angin membawa pergi bisikanku, seolah aku baru saja tersenyum untuk terakhir kalinya.
You Might Also Like: Distributor Skincare Jualan Online