Pedang Itu Menyimpan Kenangan Terakhir, Tentang Cinta Yang Tak Sempat Selesai
Pedang Itu Menyimpan Kenangan Terakhir, Tentang Cinta Yang Tak Sempat Selesai
Bulan purnama menyinari Lembah Kabut, tempat di mana pedang pusaka itu bersemayam. Pedang Bai Lian, seputih salju, dinginnya menusuk hingga ke tulang sumsum. Pedang itu, saksi bisu persahabatan terlarang, cinta yang dikhianati, dan dendam yang membara.
Xia Feng dan Lin Yue, dua nama yang dulu terukir bersama di batang pohon Sakura di tepi sungai. Xia Feng, anak yatim piatu yang diangkat sebagai adik oleh keluarga Lin, tumbuh besar bersama Lin Yue, pewaris tunggal Klan Pedang Angin. Mereka berlatih bersama, berbagi mimpi, dan diam-diam, menyimpan perasaan yang lebih dari sekadar persaudaraan.
"Yue-ge," bisik Xia Feng suatu malam, di bawah taburan bintang. "Apakah...apakah kau juga merasakannya?"
Lin Yue, dengan mata sekelam malam, hanya tersenyum tipis. "Rasa apa, Xiao Feng? Rasa dingin angin malam?"
Kata-kata itu, setajam pedang, menghunus hati Xia Feng. Ia tahu, Yue-ge menyembunyikan sesuatu. Selama bertahun-tahun, senyum Lin Yue menjadi topeng yang sempurna, menyembunyikan rahasia yang kelak menghancurkan segalanya.
Klan Pedang Angin diserang. Pemberontakan dari dalam, dipimpin oleh seseorang yang berkhianat. Ayah Lin Yue tewas di depan matanya. Dan sebelum menghembuskan napas terakhir, ia menunjuk Xia Feng. Pengkhianat.
"Tidak!" Xia Feng berteriak, air mata mengalir deras. "Aku tidak mungkin mengkhianati kalian! Aku bersumpah!"
Namun, mata Lin Yue telah dipenuhi kabut dendam. "Kau... kau telah mengambil segalanya dariku, Feng!"
Lin Yue menghunus pedang Bai Lian, mengarahkannya pada Xia Feng. Pertarungan pun tak terhindarkan. Dua sahabat, kini menjadi musuh bebuyutan, terikat oleh takdir yang kejam. Setiap tebasan pedang, menyimpan kenangan manis dan pahit, harapan yang pupus, dan cinta yang tak sempat selesai.
Bertahun-tahun berlalu. Xia Feng menjadi buronan, dituduh sebagai pembunuh ayah Lin Yue. Ia hidup dalam bayang-bayang, mencari kebenaran, mengumpulkan bukti. Ia tahu, ada kekuatan besar di balik semua ini, dalang yang memanipulasi mereka berdua.
Akhirnya, ia menemukan SIAPA pengkhianat sebenarnya. Bukan dirinya. Bukan juga Lin Yue. Melainkan Paman Lin, orang kepercayaan keluarga, yang diam-diam menginginkan kekuasaan.
Pertempuran terakhir terjadi di Lembah Kabut. Xia Feng dan Lin Yue, sekali lagi berhadapan. Namun kali ini, Xia Feng membawa bukti. Ia membongkar kejahatan Paman Lin, membuka mata Lin Yue akan kebenaran.
Lin Yue terkejut, hatinya hancur berkeping-keping. Ia menoleh pada Pamannya, matanya memancarkan amarah yang membara.
"Kau..." desis Lin Yue, sebelum menghunuskan pedang Bai Lian ke jantung Pamannya.
Pertempuran sengit terjadi. Lin Yue, dengan kekuatan yang dipicu oleh amarah dan penyesalan, berhasil mengalahkan Pamannya. Namun, ia terluka parah.
Lin Yue terhuyung, terjatuh di hadapan Xia Feng. Darah membasahi jubahnya.
"Feng..." bisiknya lemah. "Maafkan aku... aku telah dibutakan oleh dendam..."
Xia Feng memeluk Lin Yue erat-erat. Air matanya membasahi wajah sahabatnya.
"Tidak, Yue-ge. Akulah yang seharusnya meminta maaf. Aku tidak bisa membuktikan kebenaranku lebih cepat."
Lin Yue tersenyum tipis. "Ingat...Sakura di tepi sungai... jangan lupakan aku..."
Napas Lin Yue terhenti. Pedang Bai Lian tergeletak di sampingnya, menyimpan kenangan terakhir, tentang cinta yang tak sempat selesai.
Xia Feng berdiri, memandang bulan purnama. Dendamnya telah terbalaskan, kebenaran telah terungkap. Namun, hatinya hancur berkeping-keping. Ia kehilangan sahabat, cintanya, dan kedamaiannya.
Aku selalu mencintaimu, Yue-ge, bahkan setelah kau mengkhianatiku, aku tetap mencintaimu…
You Might Also Like: Reseller Kosmetik Usaha Sampingan