Seru Sih Ini! Kau Tersenyum Tanpa Tahu Setiap Senyummu Menusuk Balik
Kau Tersenyum Tanpa Tahu Setiap Senyummu Menusuk Balik
Hujan selalu menjadi saksi bisu. Di bawah langit kelabu Shanghai, Lin Wei dan Zhang Jin tumbuh bersama. Lebih dari sekadar teman, mereka seperti saudara kandung yang diikat oleh janji masa kecil di bawah pohon sakura tua di halaman belakang rumah Lin. Lin Wei, dengan senyumnya yang menawan dan kepiawaiannya dalam berbisnis, menjadi bintang yang bersinar terang. Sementara Zhang Jin, selalu di belakang layar, mendukung Lin Wei dengan kecerdasan dan kesetiaannya yang tak tergoyahkan.
"Wei, ingatkah kau janji kita?" tanya Zhang Jin suatu malam, di tengah gemerlap lampu kota. "Selalu saling melindungi, bukan?"
Lin Wei tertawa, renyah bagai denting lonceng. "Tentu saja, Jin. Sampai akhir hayat." Senyumnya, seperti biasa, mempesona.
Tapi di balik senyum itu, tersembunyi rahasia. Sebuah rahasia yang terikat dengan kematian ayah Lin Wei, dan kebangkrutan keluarga Zhang bertahun-tahun lalu.
Waktu berlalu. Kesuksesan Lin Wei meroket. Perusahaan Lin, Phoenix Rising, mendominasi pasar. Zhang Jin, sebagai tangan kanannya, selalu ada di sisinya. Namun, keraguan mulai menggerogoti hati Zhang Jin. Ia melihat keanehan dalam setiap keputusan Lin Wei, mendengar bisikan-bisikan rahasia di balik pintu tertutup.
"Apa yang kau sembunyikan dariku, Wei?" Zhang Jin bertanya, suaranya berat.
Lin Wei menoleh, senyumnya sedikit memudar. "Tidak ada, Jin. Hanya masalah bisnis yang rumit."
BOHONG! Bisik batin Zhang Jin. Ia mulai menyelidiki. Potongan-potongan puzzle yang tercecer mulai membentuk gambar yang mengerikan. Lin Wei, dengan segala pesonanya, ternyata adalah dalang di balik kehancuran keluarganya. Lin Wei, yang telah bersumpah setia, adalah pengkhianat.
Ayahmu... membunuh ayahku, bisikan angin seolah mengkonfirmasi ketakutannya.
Malam itu, di puncak gedung Phoenix Rising, Zhang Jin menghadapi Lin Wei. Hujan turun deras, mencerminkan badai dalam hati mereka.
"Kau… kau tahu?" tanya Lin Wei, suaranya serak. Senyumnya hilang, digantikan ekspresi putus asa.
"Aku tahu segalanya, Wei. Kau membunuh ayahku, menghancurkan keluargaku, dan semua itu… di balik senyummu yang manis," jawab Zhang Jin, suara dingin bagai es.
"Aku... aku melakukannya demi kau, Jin! Demi masa depan kita!" Lin Wei berteriak, putus asa. "Aku tidak punya pilihan! Ayahmu adalah ancaman bagi kita!"
"Pilihan? Kau menyebutnya pilihan?" Zhang Jin tertawa sinis. "Kau merebut segalanya dariku, Wei. Segalanya!"
Maka terjadilah. Pertarungan di tengah hujan, di puncak gedung yang menjulang tinggi. Pertarungan antara dua saudara, dua teman, dua musuh. Di akhir, Zhang Jin berdiri di atas tubuh Lin Wei yang terbaring tak bernyawa.
"Maafkan aku, Wei," bisik Zhang Jin, air mata bercampur hujan. "Tapi senyummu… senyummu adalah pisau yang paling tajam."
Sebelum pergi, Zhang Jin menatap langit malam yang kelam. Dendam telah terbalas, tapi hatinya kosong. Kebenaran telah terungkap, tapi jiwanya hancur.
Aku selalu mencintaimu, Wei… bahkan saat aku membencimu.
You Might Also Like: Supplier Skincare Tangan Pertama