Harus Baca! Aku Menatap Langit Terbakar, Tapi Hanya Mencari Siluetmu
Langit Kekaisaran membara, merah menyala seperti amarah yang membara dalam hatiku. Dulu, aku menatap langit ini dengan mata polos, memimpikan cinta abadi di sisi Kaisar. Dulu, aku adalah Lian Mei, bunga teratai yang mekar di tengah taman istana. Sekarang, aku adalah Lian Mei yang sama, namun dicelup dalam DARAH dan dusta.
Cinta, katanya. Kekuasaan, janjinya. Kaisar Li Wei menjanjikan dunia padaku, sebelum merebut segalanya. Cinta itu berubah menjadi rantai emas yang mengikatku, kekuasaan itu menjadi cambuk yang mencambuk jiwaku. Aku menyaksikan keluargaku hancur, nama baikku tercemar, dan hatiku remuk redam di bawah telapak kakinya.
Namun, seperti bunga yang mampu menembus kerasnya bebatuan, aku menemukan kekuatanku di tengah kehancuran. Luka-luka ini menjadi peta yang menuntunku. Keindahan yang dulu kupancarkan adalah kelembutan seorang wanita yang dimanja; kini, keindahan itu adalah ketenangan seorang pendekar yang siap bertempur.
Aku, Lian Mei, tidak akan membalas dengan amarah yang membabi buta. Aku tidak akan menjatuhkan diri ke dalam lumpur dendam. Aku akan membangun kembali diriku, setahap demi setahap, bata demi bata, menjadi benteng yang tak tertembus. Aku akan mengendalikan roda takdir, memutar balikkannya hingga Kaisar Li Wei merasakan pedihnya kehilangan yang sama.
Pelan-pelan, aku merangkai sekutu, mengasah strategi, dan mengumpulkan informasi. Senyumku kembali hadir, bukan sebagai tanda kebahagiaan, melainkan sebagai topeng yang menyembunyikan perhitungan yang cermat. Setiap langkahku diperhitungkan, setiap kata yang kuucapkan memiliki makna ganda.
Aku belajar memanipulasi intrik istana seperti memainkan alat musik. Aku menari di antara bayang-bayang, menjadi duri dalam daging, racun dalam madu. Kaisar Li Wei, yang dulu meremehkanku, mulai merasakan hawa dingin menjalar di tulang punggungnya. Ia melihat bayangan kehancurannya dalam mataku, tapi terlambat untuk menghentikannya.
Akhirnya, tiba saatnya. Aku berdiri di hadapannya, di atas tahta yang seharusnya menjadi milikku. Langit masih membara, namun kali ini, bukan karena amarah, melainkan karena Fajar Kemenanganku. Kaisar Li Wei berlutut, memohon ampunan.
Aku menatapnya dengan mata yang dingin, tanpa emosi. Aku tidak merasakan apa-apa, kecuali kehampaan yang memuaskan. Dendam bukan lagi motivasiku. Aku telah melampaui itu. Aku telah menjadi sesuatu yang lebih besar, lebih kuat, lebih... mengerikan.
Aku mengangkat daguku, membiarkan angin berbisik melalui rambutku. "Ambillah kembalimu…" aku berbisik, sebuah senyum tipis bermain di bibirku. Lalu, aku berpaling, meninggalkan Kaisar Li Wei untuk menghadapi takdirnya. Aku menatap langit, tidak lagi mencari siluetnya, melainkan mencari bayanganku sendiri – dan menemukan seorang kaisar wanita yang baru saja lahir, siap memerintah dengan tangan besi dalam sarung tangan sutra, karena akhirnya... mahkota itu adalah diriku sendiri.
You Might Also Like: 29 Cute Baby Animal Wallpaper