Cerpen: Aku Menatap Gedung Tinggi, Tapi Yang Menjulang Hanyalah Penyesalan
Aku Menatap Gedung Tinggi, Tapi Yang Menjulang Hanyalah Penyesalan
Gedung pencakar langit Kota Shanghai ini menjulang, menyentuh langit kelabu seperti jari-jari kaku. Di puncaknya, aku berdiri, angin menderu membisikkan rahasia-rahasia yang seharusnya terkubur. Di bawah sana, terhampar kota yang dulu kami rebut bersama, aku dan Lian.
Lian, saudaraku. Sahabatku. Musuhku.
Dulu, kami tumbuh besar di gang sempit, bermimpi menaklukkan kota ini. Mimpi kami terjalin erat, sekuat simpul persaudaraan. Lian yang cerdas dan penuh perhitungan, aku yang berani dan tak kenal takut. Kami adalah Yin dan Yang, saling melengkapi, saling menguatkan.
"Ingat, Xiao," ucap Lian suatu senja, bibirnya membentuk senyum tipis. "Kita akan menaklukkan kota ini. Bersama."
Senyum itu... kini terasa seperti seringai iblis.
Kami mendaki tangga kesuksesan dengan darah dan air mata. Bisnis haram, perjudian, politik kotor... semua kami lalui. Lian selalu berada di belakang layar, menarik benang, merencanakan setiap langkah. Aku, di depan, menjadi wajah bengis yang menakutkan.
Namun, di balik semua itu, ada rahasia yang menggerogoti persahabatan kami. Rahasia tentang keluarga Tan.
Keluarga Tan adalah rival kami. Mereka berkuasa, kaya raya, dan kejam. Untuk menjatuhkan mereka, Lian menyuruhku mendekati Mei, putri bungsu keluarga Tan.
"Xiao, kau harus memenangkan hatinya. Dapatkan informasi. Hancurkan mereka dari dalam," perintah Lian, matanya berkilat dingin.
Aku melakukannya. Aku mendekati Mei. Aku jatuh cinta padanya. Bodohnya aku.
Mei adalah cahaya di kegelapan hidupku. Dia polos, baik hati, dan mencintaiku dengan tulus. Aku ingin melindunginya dari dunia kotor ini, dari Lian... dari diriku sendiri.
Namun, takdir berkata lain.
Suatu malam, Mei mengetahui segalanya. Tentang rencana Lian, tentang kebohonganku. Tatapannya penuh dengan rasa sakit dan pengkhianatan.
"Kau... kau hanya memanfaatkanku?" bisiknya lirih, air mata membasahi pipinya.
"Mei, aku-"
"PERGI!"
Aku tidak pernah melihatnya lagi.
Setelah kematian Mei yang misterius, aku mulai menyelidiki. Aku menggali lebih dalam, menelusuri jejak-jejak masa lalu. Dan akhirnya, aku menemukan kebenaran yang mengerikan.
Lian yang membunuh keluarga Tan. Lian yang merencanakan segalanya. Lian yang menggunakan aku sebagai pion dalam permainannya.
Dia menginginkan kekuasaan. Dan dia rela mengorbankan segalanya, termasuk persahabatan kami, cintaku pada Mei, bahkan nyawanya sendiri.
Aku bertemu Lian di puncak gedung ini. Angin menderu semakin kencang, membawa aroma kebencian dan penyesalan.
"Kau tahu, Lian?" ujarku, suara serak. "Selama ini, aku selalu percaya padamu."
"Kepercayaan adalah kebodohan bagi orang yang serakah, Xiao," balas Lian, senyum sinis menghiasi wajahnya.
"Lalu, Mei?"
Senyum Lian menghilang. "Dia... adalah korban. Korban demi ambisiku."
"Kau MONSTER!"
Pertarungan terjadi. Sengit, brutal, penuh amarah. Di akhir, aku berdiri di atas tubuh Lian yang terkapar, pisau berlumuran darah di tanganku.
KEBENARAN telah terungkap. BALAS DENDAM telah terbalaskan. Namun, hatiku hancur berkeping-keping.
Aku menatap kota di bawah sana. Gedung-gedung tinggi menjulang, tapi yang kurasakan hanyalah penyesalan yang tak berujung.
Mungkin, di kehidupan selanjutnya... aku tidak akan pernah percaya pada siapapun lagi.
Aku... mencintainya...
You Might Also Like: Wwe Action Figure Bray Wyatt 116 Huge