Cerpen Terbaru: Aku Menari Di Pesta Kemenanganmu, Tapi Hatiku Sudah Kalah.
Aku Menari di Pesta Kemenanganmu, Tapi Hatiku Sudah Kalah.
Dunia ini serpihan kaca. Retak di mana-mana. Sinyal putus-putus, seperti denyut jantung yang sekarat. Chatku padamu menggantung di sana, abadi dalam status 'sedang mengetik'. Apakah kau benar-benar sedang mengetik, atau hanya algoritma kejam yang bermain-main dengan harapan semuku?
Aku menari di pesta kemenanganmu, Aira. Musiknya bising, penuh kemenangan. Tapi di telingaku hanya ada gema suaramu, bisikan janji yang sekarang terasa seperti dusta manis. Cahaya lampu disko berputar, memantul di air mataku yang diam-diam menetes. Aku tersenyum, tentu saja. Harus tersenyum. Inilah kemenanganmu, bukan?
Kau, Aira, hidup di masa lalu. Masa lalu yang aku rindukan, masa lalu yang tidak pernah kurasakan bersamamu. Aku terperangkap di masa depan, masa depan yang suram tanpa sentuhanmu. Kita seperti dua bintang yang orbitnya bertabrakan, menciptakan ledakan dahsyat, tapi kemudian terlempar menjauh, selamanya.
Setiap malam, aku mencari jejakmu di antara bintang-bintang. Mencari kode rahasia dalam notifikasi tengah malam. Mencari kata sandi untuk membuka hatimu.
Kau mengirimiku pesan melalui mimpi. Mimpi-mimpi itu datang seperti badai petir, menerangi hatiku yang gelap gulita, kemudian menghilang, meninggalkan bekas luka yang berkilauan. Di mimpiku, kau mengenakan gaun merah, rambutmu tergerai, dan kau tertawa. Tawa yang membuatku merasa hidup, walau hanya sesaat.
Aku tahu, Aira. Aku tahu kenapa kita tidak bisa bersama. Kau adalah ECHO dari masa lalu, aku adalah proyeksi dari masa depan. Kita adalah dua sisi mata uang yang sama, mata uang yang sudah lama tidak berlaku.
Rahasia ganjil ini menghantuiku. Cinta kita bukanlah cinta yang utuh. Ia hanya gema. Gema dari kehidupan yang tidak pernah selesai. Gema dari apa yang seharusnya terjadi.
Di pesta kemenanganmu, aku melihatnya. Kilasan di matamu. Kau juga merasakannya, bukan? Rasa sakit yang manis. Rasa sayang yang terlambat.
Musik semakin keras. Orang-orang bersorak. Aku terus menari, meski hatiku sudah lama kalah. Aku terus tersenyum, meski jiwaku menangis.
Mungkin, di dimensi lain, di realitas yang berbeda, kita akan bersama. Mungkin di sana, waktu tidak menjadi penghalang. Mungkin di sana, kita akan bahagia.
Tapi di sini, di dunia yang retak ini, aku hanya bisa meninggalkanmu dengan satu kalimat terakhir...
Apakah kau mendengarku di sana, di ujung dunia, saat dunia ini padam?
You Might Also Like: Seneca Animal Hospital Sc And 99 Frasi