Kisah Populer: Langit Yang Meneriakkan Nama Yang Sama
Langit yang Meneriakkan Nama yang Sama
Langit Chang'an, abadi dan kejam. Di bawahnya, kami tumbuh. Aku, Lian, dan dia, Bai Hua. Seperti dua cabang pohon tua yang sama, berakar di tanah yang sama, menghirup udara yang sama, namun ditakdirkan untuk tidak pernah bersentuhan sempurna. Bai Hua, dengan senyumnya yang menaklukkan surga dan hatinya yang tersembunyi di balik lapisan sutra.
Kami bukan saudara sedarah. Lebih dari itu. Kami adalah penerus dua faksi rival dalam dunia persilatan yang kelam. Faksi Bulan Sabit dan Faksi Bintang Jatuh. Janji setia mengikat kami, sebuah aliansi yang dibangun di atas pasir hisap dendam generasi.
"Lian," bisiknya suatu malam di bawah rembulan pucat, suaranya selembut sutra yang membungkus belati. "Apakah kau percaya takdir?"
"Takdir adalah lelucon, Bai Hua," jawabku, menatap matanya yang berkilauan seperti obsidian. "Kita yang menciptakannya."
Dialog kami selalu seperti itu. Manis, namun menyimpan ancaman. Setiap kata adalah pertaruhan, setiap tatapan adalah ujian. Kami seperti dua ular yang melingkari permata yang sama, siap menerkam.
Waktu berlalu. Aliansi rapuh kami berhasil memadamkan pemberontakan. Kami menjadi pahlawan. Legenda. Namun, di balik tirai kemenangan, benih kebencian tumbuh subur. Aku mulai melihat kejanggalan. Laporan yang diubah. Pesan rahasia. Dan yang paling menyakitkan: pandangan sekilas ketakutan di mata para tetua Faksi Bulan Sabit saat menatap Bai Hua.
Misteri itu menggerogoti jiwaku. Siapa sebenarnya Bai Hua? Apa yang dia sembunyikan?
Akhirnya, kebenaran terungkap, MENGEJUTKAN seperti sambaran petir. Bai Hua, bukan hanya pewaris Faksi Bintang Jatuh, tapi juga... darah keturunan Kaisar terakhir, yang telah lama dianggap punah. Aliansi kami hanyalah kedok. Dia, menggunakan Faksi Bulan Sabit sebagai batu loncatan untuk merebut kembali takhta.
Pengkhianatan itu terasa seperti racun yang membakar urat nadiku. Bukan karena tahta. Bukan karena kekuasaan. Tapi karena dia, Bai Hua, orang yang kukenal, orang yang kuberi kepercayaan, telah mengkhianati persahabatan kami.
"Kenapa, Bai Hua? Kenapa?" tanyaku di tengah hujan anak panah yang menghujani medan perang. Pasukan Bintang Jatuh menyerbu. Faksi Bulan Sabit runtuh.
Dia berdiri di depanku, wajahnya tanpa penyesalan. "Kau terlalu naif, Lian. Kekuatan adalah segalanya. Dan takdir… akhirnya memilihku."
Rasa sakit dan kemarahan bercampur menjadi satu. Aku mengangkat pedangku. Balas dendam adalah satu-satunya hal yang tersisa. Pertarungan kami berlangsung sengit, dipenuhi amarah dan kesedihan. Pada akhirnya, aku berhasil menusuk jantungnya.
Saat dia jatuh ke tanah, matanya menatap langit yang kelabu. Dia tersenyum tipis.
"Sebenarnya... akulah yang melindungimu selama ini..."
Napas terakhirnya berembus, meninggalkan aku seorang diri di bawah langit yang meneriakkan nama yang sama. Kebenaran itu terlalu pahit untuk ditelan. Aku telah membunuh bukan hanya musuhku, tapi juga…pelindungku?
"...dan cintaku padamu adalah kutukanku..."
You Might Also Like: Absurd Tapi Seru Saat Aku Tersenyum Ia